Ingin jadi programer handal, tapi miskin

Kalian tahu nggak untuk jadi seorang programer handal, butuh banyak menghabiskan waktu dan juga uang. Tanpa itu semua, kita nggak bisa menjadi seorang programer handal. Mau gimana lagi? privilege adalah salah satu solusi utama untuk menjadi seorang programer handal.

Tapi gak menutup kenyataan, orang miskin pun bisa jadi programer.  Kalau kita lihat di era sekarang, sedang marak banget konten kreator. Bisa di anggap sekarang itu jaman-jaman nya konten kreator. Banyak orang khususnya pengguna sosmed sudah mampu menghasilkan uang ratusan dolar hanya dengan mengunggah konten random.

Bagaimana apa masih mau jadi programer? DI sisi lain kita membutuhkan banyak banget waktu untuk mempelajari bahasa pemrograman, mencoba hal baru, memecahkan beragam masalah, dan sebagainya. Satu sisi kita membutuhkan uang untuk mendukung kehidupan, dan sekaligus membiayai hobi dan juga pembelajaran kita.

Contohnya programer butuh server yang memadai agar dia bisa ngerasain gimana sih deploy proyek ke suatu server. Apalagi kan udah era AI, jaman kecerdasan buatan, kita pastinya pengen donk menggunakan model bahasa untuk mengelolah data dan menerapkanya pada proyek kita. Dengan berbagai cara tentunya, entah itu menjalankan model nya secara lokal atau pakai api pihak ketiga. Semuanya membutuhkan biaya.

 

Apakah kita harus menjadi konten kreator atau programer? kalau menurut saya, kita wajib menjadi seorang programer sekaligus konten kreator, kenapa? karena keduanya mempunyai keuntungan dan sangat terkait erat. Seorang programer pastinya membuuthkan media dan juga tempat untuk mempromosikan dan membangun personal branding mereka.

Kita gak mungkin jadi programer sumputan/sembunyi2x, dengan membuat akun sosial media mengisinya dengan konten-konten edukatif itu dapat membangun personal branding kita sehingga kita bisa mendapatkan value berupa fans/pengikut. Nah pengikut ini dapat kita gunakan untuk menggenerate penghasilan, baik dengan cara memonetisasi konten sendiri ataupun dengan cara menjual produk sendiri ( merchandise ).

Tantanganya malah justruk akan semakin berat, kita udah belajar bahasa pemrograman, belajar server, belajar jaringan. Karena pengen jadi konten kreator juga harus mempelajari cara ngedit video, cara desai gambar, dan sebagainya.

 

Saya mau cerita ini, sebenarnya saya itu ngoding pertama kali tahun 2014 lalu. Pertama kali saya ngoding dengan mengedit aplikasi java j2me, konsep nya gak ngoding sih cuma kita memodifikasi ukuran layar aplikasi, mengganti gambar nya, kadang kan aplikasi java screen resolusinya gak nyampe dengan ukuran layar atau gak pas gitu.

Setelah itu di tahun 2015 saya mulai merambah ke koding pertama dengan membangun blog di MyWapBlog dan Xtgem, dari sinilah saya belajar koding web pertama. Saat itu saya hobi banget membuat pernak pernik di blog, nulis artikel nya pake BBCode, terus saya juga belajar HTML dasar mengenal div, input form, dan juga css karena saya butuh buat menghias blog.

MyWapBlog tutup pada tahun 2016 sehingga semua blog yang ada di hapus, waktu itu saya sama sekali gak punya hp lagi  sejak hp pertama sudah rusak. Kalau gak salah hp yang saya pakai adalah Blueberry 9500. Kalau ngetik saya menggunakan MobyExplorer dan juga BlueFTP..

Pada 2016 dan 2017 saya miskin banget, saking miskinya jangankan punya HP makan pun sulit. Ini belum berakhir, 2018 bahkan ketika itu saya mencoba untuk mencari hp bekas di teman-teman, bekas pun gak apa-apa asalkan bisa di perbaiki. Dari sini saya dapat hp bekas android walaupun gampang bootloop.

Dan saya melanjutkan kodingnya, dulu saya berhasil ngembangin cms berupa autolike facebook hanya dengan menggunakan PHP Native. Sayangnya itu gak mendapatkan dukungan finansial hingga hanya dapat bertahan dalam waktu  5 bulanan saja, proyek cuma bisa online karena ada 000Webhost yang memberikan saya tumpangan.

 

Dari cerita yang saya sebut di atas, memang penuh rintangan dalam berjuang. Saya bingung gimana ya bisa jadi programer handal? Ini saja saya menyelesaikan suatu proyek butuh waktu berbbulan-bulan. Proyek saya yang sedang berlangsung sekarang yaitu Pink Shortener dan juga Netzku, kedua layanan ini berbeda dan punya lingkup kerja masing-masing.

Saya hobi buat proyek di bandingkan ngoding cuma bikin cRUD lalu di simpan dan gak di pake lagi. Ya memang kita banyak begitu, ketika ingin membuat proyek pastinya kita bikin dari nol, lalu setelah selesai kita tinggalkan begitu saja. Kalau gak percaya, banyak proyek dari github nya WPU numpuk dan gak kepake.

Lihat aja di repositori pamerin project kalian, di sana ada banyak sekali proyek hasil kerja tangan mahasiswa/i.  Apakah proyek nya kepake?  nggak, paling cuma jadi pajangan doang. Yang jelas untuk dapat memanfaatkan proyek tersebut kita membutuhkan uang untuk membayar biaya hosting dan server nya, kalau gak punya ya jadi angan-angan doang.

 

Saat ini Netzku menghasilkan income sebesar 400 - 500 ribu per bulan, itu bukan pendapatan besar karena biaya operasional lebih mahal dari itu. Saya harus membayar biaya 350 ribuan untuk server, itu baru biaya server ya saya yang bekerja di netzku gimana? masak gak ada gaji, di sini lah yang bikin saya bimbang.

Kalau harga layanan di naikin, gak ada orang yang mau membeli, kalau harga di murahin ya kita yang bangkrut.  Sejak pertama kalinya di luncurkan, netzku udah 8 bulan nawarin layanan perdana mereka dengan uptime yang tinggi sekitar 99.8% uptime server yang artinya down time rendang banget.

Walaupun terkadang ada masalah jaringan dari server telegram yang membuat bot telegram menjadi pending sangat lama.  Saya masih mencari funding yang lebih banyak untuk memfasilitasi layanan, menggaji diri sendiri, dan meng-expansi bisnis. 

Saya memulai bisnis ini dengan butget Rp 0,- di tahun 2021, dan jujur saja rasanya malas banget. Waktu mulai yang udah hampir melupakan koding terpaksa harus ngoding dan membuat program bot telegram, waktu itu membaca dokumentasi bot itu rumit banget.

Saling tumpang tindih antara kebutuhan hidup dan mikirin koding, karena pada masa itu alat nya gak lengkap jadi uang penghasilan yang di dapat banyak di investasikan untuk membeli peralatan memadai. Saya beli keyboard, laptop baru, meja setup, kursi, mic untuk mendukung konten creation,  kamera, dan beberapa alat setup lainya.

Pengalaman panjang waktunya 3 tahun to learn coding, tapi melihat orang lain ternyata mereka lebih pro di bandingkan saya. Mau gimana lagi, belajar koding itu ibaratkan kita menghafal dan membiasakan diri dalam sebuah lingkungan yang mendukung, kalau lingkungan saya gak mendukung mau belajar server server nya gak ada, mau belaja koding apa yang mau di buat, ya begitu lah terus menerus.